ARTIFICIAL INTELLIGENCE UNTUK MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGGUNAN OBAT
ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI) UNTUK MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGGUNAN OBAT
Oleh :
apt. Ratih Dwi Lestari, S.Farm
(Pengajar SMK INDONESIA Yogyakarta)
Bagaimana cara meningkatkan kepatuhan penggunaan obat? bagaimana pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat?
Pengobatan yang diberikan oleh dokter berprinsip pada Rational Use of Medicine sesuai definisi World Health Organization (WHO) berupa pengobatan yang rasional, yaitu pasien menerima obat sesuai dengan keadaan klinisnya, dengan dosis yang memenuhi kebutuhan individualnya selama jangka waktu tertentu, serta biaya yang terjangkau bagi pasien dan kebanyakan masyarakat. Beberapa indikator untuk menilai rasionalitas pengobatan, antara lain: 1)Tepat diagnosis, 2)Tepat pemilihan obat, 3)Tepat indikasi, 4)Tepat pasien, 5)Tepat dosis, 6)Tepat cara dan lama pemberian, 7)Tepat harga 8)Tepat Informasi dan 9)Waspada terhadap Efek Samping Obat. Sebenarnya indikator ini masih bisa dijabarkan lebih banyak lagi misalnya tepat waktu pemberian (pagi, siang, malam atau sebelum, sewaktu, ataupun sesudah makan).
Dalam mewujudkan praktek pengobatan yang rasional ini, kepatuhan pasien menjadi bagian yang penting, artinya dengan peresepan yang sudah tepat diagnosis, tepat pasien, tepat indikasi, dan tepat obat, apabila pasien tidak menggunakan obat tersebut sebagaimana mestinya, maka keberhasilan terapi akan sulit dicapai.
Perubahan era digitalisasi sangat berkembang pada masa revolusi industri 4.0 termasuk di Indonesia. Saat ini sudah ada beberapa aplikasi yang tersedia di playstore untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat. Sebagai contoh Pill reminder, Pengingat minum obat, dan Sembuh TB. Aplikasi Sembuh TB memiliki fitur utama alarm yang akan berbunyi setiap hari sesuai dengan yang disimpan oleh pasien saat minum obat dan mengingatkan selama enam bulan waktu penggunaan obat Tuberkulosis (TB). Jadi aplikasi ini digunakan sebagai pengingat dan alat motivasi pasien supaya minum obat sampai sembuh karena didalamnya juga terdapat fitur video edukasi.
Bagaimana diluar sana? Negara-negara maju telah melangkah lebih jauh dengan pemanfaatan AI sebagai solusi untuk meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi obat. Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merupakan salah satu bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia, bahkan bisa lebih baik dari pada yang dilakukan manusia.
Kecerdasan buatan berpotensi menawarkan solusi inovatif dalam memantau, memotivasi, dan mempertahankan kebiasaan positif terkait kepatuhan medis. Kepatuhan medis menggambarkan sejauh mana pasien dengan benar mengikuti nasihat medis, apakah itu minum obat seperti yang diinstruksikan, membuat janji periksa dengan dokter, mengikuti diet, olahraga, dan rencana kesehatan mental sampai selesai. Dari beberapa hal tersebut, yang paling berpengaruh dan menarik dipelajari adalah ketidakpatuhan pengobatan.
Ketidakpatuhan pengobatan memiliki dampak negatif yang dapat menyebabkan tingginya biaya perawatan, bahkan meningkatkan kejadian kematian. Ketidakpatuhan pengobatan memerlukan solusi inovatif yang berpusat pada perawatan yang semula menggunakan cara konvensional, misalnya home care (kunjungan kerumah) beralih menjadi modern dan interaktif. Dokter dan apoteker tidak cukup punya waktu untuk menawarakan kunjungan kerumah, apalagi dimasa pandemi Covid-19 yang menerapkan psycal distancing. Teknologi dalam AI dapat membantu mengisi kesenjangan masalah terkait pemantauan, pembentukan kebiasaan, dan motivasi seputar kepatuhan medis.
Pasien yang diresepkan banyak obat, untuk diminum pada waktu yang berbeda dalam sehari dan dalam jangka waktu yang lama, mengikuti pengobatan mereka dapat menjadi tantangan. Bagi mereka yang mungkin membutuhkan bantuan dalam mengingat untuk minum obat, ada banyak teknologi inovatif untuk membantu mengingatkan dan memantaunya secara pasif. Beberapa dari teknologi yang lebih inovatif dijelaskan yang telah ada dinegara-negara maju sebagai berikut di bawah ini:
• Ingestible sensors (sensor yang dapat dicerna) : Kapsul gelatin bertanda Miniaturized Radio Frequency Identification (RFID) sekarang menjadi kenyataan. Bentuk sediaan ini setelah tertelan, mengirimkan sinyal unik ke perangkat relai, yang pada gilirannya mengirimkan pesan dengan waktu yang ditentukan ke server berbasis cloud yang berfungsi sebagai ukuran langsung kepatuhan pengobatan
• Smart pill dispensers and bottles (botol dan dispenser pil pintar) : Teknologi pengeluaran obat melalui perangkat keras interaktif atau botol dengan sensor tertanam untuk mengukur jumlah pil yang tersisa, jumlah blister yang sudah terbuka, dan akan memberikan pesan teks untuk pil/sediaan obat yang tidak diminum tepat waktu
• Rapid point of care drug assays (Tes obat di tempat perawatan yang cepat) : Daripada berfokus pada pengambilan sediaan individu, teknologi ini melibatkan penggunaan alat penguji langsung atau pengujian di klinik dengan cepat (seperti spektrometer massa) untuk menilai kepatuhan obat melalui sampel urin atau serum.
AI memainkan peran sentral dalam melengkapi banyak teknologi bidang kesehatan. Misalnya, aplikasi visi komputer di aplikasi ponsel memiliki kemampuan untuk mendeteksi bahwa obat ada di tempat kejadian dan kemudian ditelan. Kegiatan tersebut terdaftar di aplikasi sebagai sarana untuk memverifikasi kepatuhan pengobatan. Para peneliti juga telah menggabungkan teknologi RFID, yang disematkan ke dalam botol obat, dengan pengenalan wajah berbasis komputer dan pengenalan objek untuk secara pasif mengamati pasien lanjut usia di rumah mereka dan menyimpulkan tingkat kepatuhan mereka terhadap penggunaan obat yang diresepkan . AI juga memainkan peran penting dalam keamanan untuk beberapa sistem yang dilengkapi dengan kamera video, dengan menggunakan model pembelajaran yang mendalam untuk mengenali dan mengkonfirmasi wajah seseorang sebelum mengeluarkan obat.
Kebanyakan ketidakpatuhan disengaja pasien membuat keputusan untuk tidak meminum obat berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan keyakinan mereka. Ketidakpatuhan yang disengaja sangat sulit diatasi karena ini melibatkan perubahan persepsi, sikap, dan perilaku pasien tentang pengobatan dan atau bagaimana perasaan mereka tentang penyedia perawatan. Solusi pemantauan lanjutan, seperti smart pill dispensers and bottles dan pil berlabel RFID tidak cukup untuk ketidakpatuhan pengobatan yang disengaja.
Adapun secanggih-canggihnya teknologi pasti memiliki keuntungan dan kerugian. Saat ini AI masih menjadi pro krontra karena bisa menggantikan pekerjaan yang dilakukan manusia beralih dilakukan oleh mesin, apalagi bidang kesehatan yang tentunya harus memiliki legalitas. Perbedaan mesin dan manusia bahwa akal manusia selalu berkembang dan tentunya kita memiliki pengalaman dari waktu ke waktu sedangkan mesin hanya disetting sesuai yang diprogramkan saja, untuk pengembangannya harus ada penambahan fitur yang ditanam pada mesin. Dalam pelayanan kesehatan tentunya juga dibutuhkan human sense yang tidak dimiliki mesin, dimana tingkat kepatuhan dapat diperoleh dengan adanya perhatian yang diberikan oleh dokter, farmasi, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya sedangkan mesin hanya melaksanakan tugas sesuai yang diprogramkan. Data yang mudah diretas juga perlu menjadi pertimbangan juga untuk keamanan penggunaan AI.
Terlepas dari hal diatas AI memiliki potensi yang kuat dalam meningkatkan kepatuhan penggunaan obat guna mewujudkan pengobatan yang rasional. Kolaborasi antara penggunaan AI dan kemampuan profesional tenaga kesehatan didukung dengan adanya kebijakan pemerintah dalam legalitas maupun dana merupakan formulasi yang tepat untuk mengoptimalkan penerapan AI supaya terwujud penggunaan obat rasional demi menyelamatkan banyak nyawa manusia. Semoga dunia kesehatan di Indonesia bisa semakin maju dengan adanya tenaga profesional kesehatan yang kompeten dan didukung pemanfaatan teknologi berbasis AI.
DAFTAR REFERENSI
Stirratt MJ, Curtis JR, Danila MI, Hansen R, Miller MJ, Gakumo CA. Advancing the Science and Practice of Medication Adherence. J Gen Intern Med. 2018;33(2):216?222. doi:10.1007/s11606-017-4198-4
Hugtenburg JG, Timmers L, Elders PJ, Vervloet M, van Dijk L. Definitions, variants, and causes of nonadherence with medication: a challenge for tailored interventions. Patient Prefer Adherence. 2013;7:675?682. Published 2013 Jul 10. doi:10.2147/PPA.S29549
https://www.managedhealthcareexecutive.com/health-management/three-reasons-nonadherence
Briesacher BA, Andrade SE, Fouayzi H, Chan KA. Comparison of drug adherence rates among patients with seven different medical conditions. Pharmacotherapy. 2008;28(4):437–43. doi: 10.1592/phco.28.4.437.
Vink NM, Klungel OH, Stolk RP, Denig P. Comparison of various measures for assessing medication refill adherence using prescription data. Pharmacoepidemiol Drug Saf. 2009;18(2):159–65. doi: 10.1002/pds.1698.
Yeaw J, Benner JS, Walt JG, Sian S, Smith DB. Comparing adherence and persistence across 6 chronic medication classes. J Manag Care Pharm. 2009;15(9):728–40.
Nieuwlaat R, Wilczynski N, Navarro T, Hobson N, Jeffery R, Keepanasseril A, Agoritsas T, Mistry N, Iorio A, Jack S, Sivaramalingam B, Iserman E, Mustafa RA, Jedraszewski D, Cotoi C, Haynes RB. Interventions for enhancing medication adherence. Cochrane Database Syst Rev. 2014 Nov 20; (11):CD000011.
Hafezi H, Robertson TL, Moon GD, Au-Yeung KY, Zdeblick MJ, Savage GM. An ingestible sensor for measuring medication adherence. IEEE Trans Biomed Eng. 2015 Jan; 62(1):99-109.
https://sbir.nih.gov/statistics/success-stories/aicure